Adegan-adegan seksual yang membakar gairah kini telah tidak lagi tertayangkan. Walaupun mungkin masih membara dalam pikiran mereka yang tadi menontonnya. Diana yang rupanya sudah terbiasa menonton film-film semacam itu sudah mulai mengantuk.
Dengan hanya mengenakan sehelai daster ia menelungkupkan dirinya di pembaringan. Ia tidak merasa sungkan atau risih dengan keberadaan Gunadi, seorang pemuda remaja yang biasa mengawaninya. Terutama dalam melalui malam-malam panjang yang menjemukan, ketika kesepian dan kebosanan melanda hatinya. Tanpa adanya pilihan lain Gunadi, pemuda perantau dari Cilacap, menjadi pendamping yang tak pernah menuntut. Ia setia menemani Diana menonton TV, bahkan juga sekali-sekali ‘video porno,’ dan setelah itu menungguinya hingga tertidur.
Tapi berbeda dengan Diana, pengaruh ‘video’ ~ yang barusan mereka tonton ~ pada Gunadi membawa dampak lain. Entah kenapa malam ini terasa sangat berbeda dibanding pada malam-malam lainnya. Seharusnya ia langsung beristirahat, di kasur ‘portable’-nya, tetapi suatu perasaan yang aneh terasa mendorong dari dalam dirinya.
Menyaksikan Diana yang mulai tertidur, dan betisnya yang bebas tersingkap, Gunadi menelan air liurnya. Maka berbeda dari biasanya, tanpa diminta atau disuruh, Gunadi mengulurkan kedua tangannya dan mulai memijat betis Diana. Wanita muda yang belum mencapai usia 30 tahun itu membiarkannya saja. Bukankah Gunadi memang biasa melakukan hal ini?
Ternyata pada malam ini ada sesuatu yang tidak biasa. Dengan nafas yang sedikit terengah, dan keadaan mulai menegang di dalam celananya, Gunadi memijat dan mengusap-usap betis Diana. Tanpa disadari desah nafas Gunadi akhirnya mulai mempengaruhi Diana. Ia seperti hanyut dalam gelombang perasaan yang mencekam, akan tetapi juga menyenangkan. Pada waktu itu ia menjadi sadar bahwa dirinya terpesona oleh Gunadi.
Barang-kali karena gairah muda yang mulai tak terkendali, tangan Gunadi bergerak naik ke wilayah paha Diana. Nada erangan dan keluhan panjang Diana ~ karena kegelian yang datang mendadak ~ membuat Gunadi menjadi semakin terangsang. Dengan sedikit ‘nekad’ iapun meneruskan apa yang telah dimulainya tadi. Terasa olehnya tubuh Diana agak bergetar. Mungkin karena menahan birahi yang juga mulai timbul dalam dirinya.
Dengan suara lirih Diana meminta Gunadi untuk juga memijati ‘bokong’nya, dengan alasan tadi terlalu lama duduk di rumah kawannya. Tanpa menunggu diulangnya perintah segera Gunadi melakukan apa yang diminta Diana. Ia memijati dan mengusapi gunungan pantat Diana, sambil terus merasakan betapa ‘barang kepunyaan’-nya menjadi semakin keras. Tidak berapa lama kemudian Diana mengubah posisi tidurnya dengan sedikit menggeser salah satu betisnya naik. Akibatnya celah pahanya menjadi terbuka, walaupun masih tertutup daster. Merasa mendapat angin Gunadi sedikit demi sedikit mulai menguakkan daster Diana, sehingga akhirnya terlihat samar-samar celana dalamnya. Karena keberanian yang semakin bertambah, dengan sedikit menahan nafas Gunadi mengarahkan tangannya masuk ke balik daster Diana. Lalu ia mulai mengusap-usap ‘celah kewanitaan’ yang telah dibuka untuknya. Terasa olehnya celana dalam Diana di bagian ‘celah’ itu agak lembab, hingga semakin memacu gairah kelaki-lakiannya. Secara alami ia seakan tahu apa harus dilakukan selanjutnya, karena dengan perlahan-lahan mulai diselipkannya ujung-ujung jarinya untuk mengusap-usap sumber kelembaban yang telah dirasanya tadi .
Pada titik ini Diana tidak dapat menahan dirinya lagi. Ia membalikkan tubuhnya hingga terlentang, sehingga membuatnya berhadapan langsung dengan Gunadi. Karena tidak menyangka Gunadi sampai tersipu-sipu malu dibuatnya. Tapi kata-kata Diana selanjutnya memulihkan rasa percaya dirinya. “Dari depan dong biar lebih enak lagi,” demikian Diana berkata sambil sedikit menurunkan bagian atas celana dalam yang menjempit pinggulnya. Gunadi merasa semakin yakin bahwa Diana sudah kena pesona dirinya. Dengan lebih bersemangat Gunadi menarik turun celana dalam itu lebih kebawah lagi dan langsung mengusapi kemaluan Diana dengan ujung-ujung jarinya. “Enak ya Bu?” … “Hmm, enak sekali, “… kata Diana dengan mata terpejam.
Dalam hening Diana berdiam diri, sambil menikmati usapan jari-jari Gunadi pada ‘bibir kemaluan’-nya. Merasa sudah kepalang nekad ditariknya tangan kanan Gunadi dan ditauntunnya ke arah buah dada kirinya. Lalu diturunkannya daster bagian atas yang memang agak longgar itu. Dengan bebas tangan kanan Gunadi memainkan puting dan meremas-remas payudara Diana. Sementara tangan kirinya mengusap-usap ‘bibir kemaluan’ wanita itu.
Bayangan-bayangan nakal yang menggairahkan semakin merangsang Diana. Akhirnya karena tidak tahan lagi dihilangkannya sisa-sisa rasa malu atau gengsi yang masih ada dalam hatinya, lalu diutarakannya keinginan hatinya kepada Gunadi. “Punya kamu keras nggak?” … “Iya, udah dari tadi” … “Boleh lihat nggak?” Kali ini Gunadi merasa gugup dan bingung sehingga tidak dapat menjawab pertanyaan Diana. Ada perasaan senang dan penasaran ingin tahu, tapi juga takut dan kuatir. “Siniin dong,” … sekali lagi Diana memintanya mendekat.
Akhirnya Gunadi mendekatkan dirinya yang sedang berlutut di tepi pembaringan, sehingga kedua tangan Diana dapat menjangkau apa yang dicarinya. Dilepasnya kait ikat pinggang Gunadi, dibukanya ‘rutslijting’ celananya, dan diturunkannya celana itu. Nafas Diana agak tersengal-sengal melihat bagian celana Gunadi yang menggembung. “Buka ya,” demikian katanya sambil melorot celana dalam Gunadi kebawah. “Ya ampun punya kamu besar amat,” … Diana berkata dengan nada kagum, hingga membuat Gunadi senang. Diana menyukai apa yang dilihatnya malam itu, karena menurutnya ‘barang kepunyaan’ Gunadi besar, panjang dan keras, dengan ujung kepalanya yang juga besar dan tampak menantang. Di luar perkiraannya panjangnya mencapai sekitar 15 sampai 16 cm, mungkin lebih. Apalagi diameternya lumayan gemuk/ Diana merasa kagum pada ‘tonggak kejantanan’ Gunadi yang sebentar lagi akan menjadi ‘kekasih’ dan ‘pejantan’-nya itu.
Semakin lama ia memainkan kepunyaan Gunadi, semakin terhanyut pula Diana oleh rasa birahinya. Masih sekali lagi Gunadi dibuat gugup oleh kata-kata Diana yang bernada meminta, … “Boleh aku cium nggak?” Karena sedikit terkejut dan malu Gunadi tidak menanggapinya. Barangkali karena merasa tidak ada tanda-tanda penolakan dari laki-laki muda itu mulailah Diana mengecup dan menciumi ‘kejantanan’ Gunadi. Dengan penuh gairah dilintasinya ‘kepunyaan’ Gunadi itu dari ujung kepalanya hingga sepanjang batangnya.
Rasa percaya diri Gunadi sudah semakin melambung tinggi. Mungkin ada perasaan senang dan juga bangga di hatinya karena keinginan hati yang tercapai, di samping juga karena rasa geli dan nikmat di sekitar selangkangannya. Apa lagi kemudian Diana bertanya … “Pernah dijilatin nggak?” Dengan nada ‘grogi’ Gunadi menjawab … “Belum.” … “Aku jilatin ya?” Sekali lagi Diana bertanya. “Boleh,” … demikian jawaban singkat Gunadi. Sekali lagi Gunadi dilanda rasa kenikmatan ketika lidah basah Diana mulai menyapu’batang,’ ‘kepala,’ dan kemudian ‘biji kemaluan’-nya.
Diana merasa begitu besar keinginannya, sehingga tidak boleh ada yang menghalangi kemauannya. Menyaksikan apa yang dilakukan Diana dalam pikirannya Gunadi menyimpulkan … “Perempuan kalau udah di tangan laki-laki disuruh apa juga mau.” Sementara sedang menumpahkan rasa birahinya pada ‘kemaluan’ Gunadi tiba-tiba Diana merasakan getaran kenikmatan pada ‘gerbang kewanitaan’ dirinya yang diusapi jari-jari Gunadi. Ia menjerit kecil dan kemudian mengerang dan merintih panjang. Aliran rasa yang berlangsung cukup lama itu lalu diikutinya sambil menjepit gemas ‘batang kemaluan’ Gunadi dengan bibirnya. Sekilas terlintas di pikirannya, … “Gila, sama tangannya aja aku puas banget, apalagi sama itunya ya.”
Dengan usainya puncak kenikmatan yang baru dirasakannya perhatian Diana kembali terarah kepada Gunadi. Apalagi karena laki-laki itu meminta lagi dengan berkata, “Jilatinnya lagi dong.” Tentunya Diana juga ingin untuk meneruskan ‘pelayanan oral’-nya, tapi masih sempat ia bertanya, … “Mau sampai keluar ya? Laki-laki muda itu menjawab dengan menganggukkan kepalanya.Tatapan matanya terlihat penuh harap. Tidak ada lagi nampaknya rasa gugup maupun rendah diri yang tersirat di wajahnya. Maka dengan lincahnya Diana mulai menjilati ‘kemaluan’ Gunadi, sambil sesekali menggigitnya lembut dengan giginya dan menjepit-jepitnya dengan bibirnya. Gunadi sangat menikmati gairah Diana itu, walaupun entah kenapa pada malam itu Diana tidak sampai mengemut-emuti kepunyaan Gunadi. Paling-paling hanya sebatas mengulum ‘ujung kepala-nya saja. Tapi untuk Gunadi pengalaman pertamanya itu sudah dirasanya sangat mengesankan.
Dengan tanpa ragu Diana terus menjilati dan menggigit-gigit ‘tonggak kelelakian’ Gunadi. Cairan bening dan kental dirasa Gunadi mulai keluar. Dengan heran dilihatnya Diana tidak merasa jijik ataupun segan. Memang pada waktu Gunadi memberinya ‘warning’ sudah akan klimaks Diana serta merta men’dangak’kan wajahnya ke atas, sehingga ‘cairan kental’ yang ‘muncrat’ dari ‘batang keras’ Gunadi hanya menumpahi leher bagian bawah dan dadanya. Beberapa saat setelah desis kenikmatan Gunadi berakhir, ‘alat kejantanan’ -nya ternyata masih tetap keras. Diana membersihkan ‘barang kepunyaan Gunadi’ itu dengan bagian kering dasternya dan kemudian menciuminya, bahkan mengusap-usapkannya pada pipinya.
ADEGAN JALANG
Beberapa hari kemudian Gunadi sudah merasa ingin mengulangi lagi kenikmatan, seperti yang didapatnya beberapa waktu yang lalu. Tetapi nampaknya belum ada kesempatan yang muncul. Sebetulnya hatinya agak kecewa karena tidak terlihat tanda-tanda Diana akan mengajaknya ber-’canda birahi’ lagi. Setiap saat Gunadi merasa ada peluang, selalu saja muncul gangguan-gangguan yang menghambat. Kalau bukan datangnya tamu, seringkali keluarga yang berkunjung membuat Diana seolah-olah kurang memperhatikannya. Mungkin untuk seorang pemuda, yang baru pertama-kali menerima ‘layanan cinta’ wanita, akan sulit baginya untuk menahan gelora rasa yang sering bergejolak dengan tiba-tiba.
Pada suatu pagi, menjelang tengah hari, ketika keinginan Gunadi sudah semakin membara, tiba-tiba Neti mengatakan bahwa ia diminta Diana untuk membersihkan kamar mandi di atas. Sadar bahwa Diana juga masih berada di atas dengan bergegas Gunadi memenuhi panggilan itu. Barangkali ia sudah merasa bahwa ada hal menyenangkan yang akan terjadi sebentar lagi.
Bergegas Gunadi memasuki kamar mandi dengan hati penuh harap. Dilihatnya Diana berdiri di depan cermin dengan hanya mengenakan kimono tipis. Harum tubuhnya tercium karena baru saja selesai mandi. Senyumnyapun merekah melihat laki-laki yang datang memenuhi panggilannya. Sedikit merasa tidak pasti Gunadi masih sempat bertanya, “Ada apa Bu? Katanya saya dipanggil.” Sambil menggapaikan tangannya Diana menjawab, … “Iya, tolong gosokin punggung aku dong pakai body lotion.” Segera Gunadi berdiri di belakangnya, menuang ‘body lotion’ dari botolnya, dan mengusapkannya ke pundak Diana. Dilakukannya itu semua dengan perlahan dan penuh perasaan, hingga mulai terdengar olehnya nafas wanita itu menjadi semakin cepat. “Ah, usapan kamu enak sekali, tapi masak cuma yang di atas.” Mengerti apa yang dimaksud segera Gunadi mengarahkan tangan kirinya ke bawah dan mulai mengusap-usap pantat Diana. Tidak lama kemudian dilingkarinya pinggul Diana dengan tangan kirinya dan mulai dirabanya ‘celah berambut’ wanita itu. Ini membuat Diana merintih dan mulai membisikkan kerinduannya.
Gunadi kemudian meminta Diana berbalik, katanya … “Dari depan aja Bu, lebih gampang.” Sambil melanjutkan usapannya pada ‘celah paha’ Diana, dengan tangan satunya Gunadi menguak kimono Diana. Lalu dimainkannya puting susu Diana, bahkan karena gemas sesekali juga diremasnya buah dada Diana dengan lembut. Sempat tangan Diana meraih pundak Gunadi dan menariknya, supaya pemuda itu mengemut puting susunya itu. Setelah itu tangannya meraba kearah kemaluan Gunadi. “Ih udah keras,” … kata Diana. Lalu Diana bertanya, … “Yang aku lakukan ke kamu waktu itu suka nggak.” … “Suka dong,” … demikian Gunadi menjawab singkat. “Tadinys kaget ya?” … “Iya sih” … “Kenapa?” … “Ya nggak ngira bakal diciumin, abis itu dijilatin lagi” … “Tapi senang kan?” … “Ya senang dong. Ibu gimana?” … “Ya juga senang dong” … “Kenapa senang?” … “Abis punya kamu besar, keras lagi.” Lalu kata Diana lagi, … “Kalau lagi berdua begini jangan panggil ibu dong.” … “Jadi panggilnya apa?” … tanya Gunadi. “Apa aja, nama juga boleh!
Sementara pembicaraan berlangsung tangan Diana meremas ‘tonjolan keras’ pada celana Gunadi, lalu langsung diremas-remasnya. “Aku mau lihat lagi dong,” … terdengar suara Daissy bernada manja. Rupanya Gunadi ingin menggodanya, karena ia berkata … “Masak sekarang, kan udah siang, nanti ketahuan orang lho.” Tapi kelihatannya sebetulnya ia juga menginginkan kelanjutannya, karena ketika Diana berlutut di depannya Gunadi tidak berusaha menghindar daripadanya. Malah Gunadi merasa bangga melihat majikannya tidak segan-segan berlutut di depannya. Wanita yang sedang ‘kasmaran’ itu mengencangkan tali kimononya, sebelum mencari ‘ruitslijting’ celana Gunadi. “Celananya dilepas semua ya, biar nggak kena air, ‘ … Diana terdengar meminta, walaupun sebetulnya mereka berdiri di bagian kamar mandi yang kering. “Sekalian deh kaosnya biar bebas,” Gunadi memenuhi permintaan itu dan mulai menikmati rasa geli karena usapan jari-jari Diana pada ‘gelembung menonjol’ di celana dalamnya. Sadar bahwa tidak lama lagi ia akan telanjang sepenuhnya Gunadi meminta hal yang sama pula dari Diana. “Yang ini dilepas juga ya” … Diana mencoba berkilah, “Kalau aku nggak usah deh “… “Kenapa emangnya?” … “Malu kan” … “Kok pake malu-malu. ‘Kan juga mau lihat.” Karena dipaksa-paksa akhirnya Diana memenuhi keinginan Gunadi dan dibiarkannya pemuda tersebut melepas kimono-nya. Sesaat Diana tersipu-sipu malu, bahkan mencoba menutupi ketelanjangannya dengan kedua lengannya. Lalu ia menengadah dan bertanya penuh harap kepada Gunadi, … “Suka nggak?” Jawaban Gunadi cukup singkat dan langsung pada sasarannya … “Suka dong, soalnya montok, putih.”
Dengan lebih leluasa Diana melorot celana dalam Gunadi dan berdecak menyuarakan kekagumannya melihat ‘kejantanan’ Gunadi yang mencuat keras hampir mengenai pipinya. “Seneng ya?” Tanya Gunadi. “Seneng dong” … “Kenapa?” … “Abis punya kamu besar, keras lagi.” Lalu diusapi dan diremasnya ‘batang kemaluan’ yang sudah menegang keras itu. Sesekali diciuminya serta diusap-usapkannya ke pipi dan lehernya. Semakin lama Diana melakukannya semakin tidak sabar pula Gunadi menunggu kelanjutannya. “Ayo dong!” … pintanya. “Hm hm, mau yang seperti waktu itu ya?” … “Iya, masak cuma dilihatin aja” … “Iya deh, mau pakai tangan apa pakai mulut?” … “Pakai mulut deh, lebih enak.” Kelihatannya pada tahap ini Gunadi sudah semakin berani berterus terang.
Karena sudah tidak sabar nafas Gunadi mulai tersengal-sengal, sesekali didorong-dorongnya ‘kemaluan’-nya itu ke arah mulut Diana. Tidak ingin membuat perasaan Gunadi tersiksa lebih lama lagi, dan dipenuhi oleh birahi yang serupa, Dianapun memulai ‘layanan’-nya. Setelah puas menciuminya, mulai dijilatinya ‘tonggak kelelakian’ Gunadi dengan penuh gairah. Seluruh ‘batang’-nya ia sapu dengan lidahnya, begitu pula dengan ‘kantong biji kembar’-nya, hingga akhirnya juga ‘ujung bulat kepala’-nya. Setelah basah tersapu jilatan lidahnya dimasukkannya ‘ujung kepala’ yang keras berisi itu ke dalam mulutnya. Dikulum-kulumnya dengan lembut dan dimainkannya dengan lidahnya. Gunadi merasa kegelian yang membawa nikmat dan tanpa sadar didorongnya seluruh ‘tonggak kelelakian’-nya kedalam mulut Diana. Karenatidak siap hampir saja Diana terselak, tapi dengan cepat disesuaikannya posisi mulutnya dan diemut-emutnya ‘pusaka andalan’ Gunadi itu dengan bernafsu. Sesekali emutannya itu ia lakukan dengan gerakan turun naik di sepanjang ‘batang kemaluan’ Gunadi, hingga membuat pemuda itu mendesis dan memejamkan matanya.
Setelah lebih mampu menguasai gelinya rasa di selangkangannya, Gunadi mulai memperhatikan bagaimana Diana melakukan pelayanan yang memberinya kenikmatan itu. Merasa ditonton Diana menengadah keatas, hingga matanya beradu pandang dengan mata Gunadi. Seketika itu pula Daissy menghentikan apa yang sedang sibuk dilakukannya itu. “Kok dilihatin sih? Malu kan seperti jadi tontonan” … Diana tersipu-sipu. “Iya, soalnya senang, ‘kan belum pernah diemutin seperti begini.” Lalu sambung Gunadi lagi, “Kalau ada yang lihat gimana ya?” … “Maksudnya?” … “Ya kok malah majikannya yang di bawah” … Diana tersenyum, ” Kan laki-laki yang jadi tuannya” … “Kalau perempuan?” Tanya Gunadi lagi, “Ya perempuan yang melayani tuannya” … Dengan rasa senang Gunadi bertanya memancing, “Kalau kamu sendiri gimana?” … “Terserah mau tuannya apa, ya aku turutin.”
Sesaat pembicaraan itu berlangsung dan membuat Gunadi semakin merasa senang. Rasa percaya dirinya juga semakin besar. Di kemudian istilah tersebut menjadi kode mereka. Sewaktu-waktu sedang menginginkan ‘layanan’ Diana, untuk memuaskan hasrat kelaki-lakiannya, ia akan berkata meminta … “Sini dong, lagi kepingin jadi tuan nih.” Biasanya Diana kemudian akan memenuhi permintaan ‘tuan muda’nya itu dengan senang hati.
Demikian pula yang terjadi pada pagi hari itu, Diana benar-benar mengikat hati Gunadi dengan ‘layanan’-nya. Kasihan melihat Gunadi cukup lama berdiri, Diana memintanya duduk di atas toilet. Sebelum melanjutkan Diana meminta Gunadi untuk mengelus-elus kepalanya. Pada mulanya Gunadi merasa canggung atau rikuh, tetapi lama-kelamaan ia malah menikmatinya. Karena dengan tangannya ia bisa mengarahkan gerakan mulut Diana pada ‘alat kejantanan’nya. Sementara itu Diana mulai mengusapi ‘bibir kemaluan’-nya yang sudah basah dan hampir mencapai puncak kenikmatannya, karena sebelumnya telah ditangani oleh jari-jemari Gunadi.
Ketika mendengar desah nafas Gunadi yang semakin kencang, Diana kuatir kalau-kalau pemuda itu hampir mencapai titik klimaks kepuasannya. Iapun memintanya, “Kalau mau keluar bilang-bilang ya” … Gunadi bertanya tidak mengert, “Memangnya kenapa?” … “Kalau sampai keluar di mulut takut belum biasa” … Gunadi berkata maksud menguji, “Yang di film dikeluarinnya di mulut” … “Iya sih” … Merasa penasaran Gunadi bertanya langsung, ” Berani nggak keluarin di mulut” … “Ehm … lihat gimana nanti ya.”
Sementara pembicaraan tersebut berlangsung Diana terus menciumi ‘batang kemaluan’ Gunadi yang sudah menegang sangat keras itu. Karena merasa belum mendapat jawaban yang pasti sekali Gunadi menegaskan keinginannya, “Enak juga ya kalau dikeluarin di mulut.” Daissy tidak menanggapinya lebih lanjut kecuali memperhebat ‘layanan cinta’-nya, sambil terus mengusapi ‘bibir kemaluan’-nya dengan jari-jarinya sendiri.
Tidak lama kemudian Diana mulai mencapai puncak kenikmatan rasa ‘orgasme’-nya. Untuk beberapa saat erangan suaranya terdengar panjang seolah-olah tanpa kendali. Didekapnya ‘batang kemaluan’ Gunadi hingga terbenam pada lekuk samping lehernya, matanya terpejam, dan tubuhnya mengejang bergetar panjang dan lama. Diana betul-betul menikmati pengalaman ber’orgasme,’ sambil menciumi ‘alat kejantanan’ Gunadi.
Setelah perasaannya mereda iapun kembali meneruskan tugasnya. Dicumbunya ‘batang kemaluan’ Gunadi dengan gairah nafsu bercampur sayang. Ia mulai menciumi, menjilati dan mengemut-emut ‘barang kepunyaan’ Gunadi itu dengan keras dan berulang-ulang, sehingga tubuh Gunadi mulai kejang-kejang bergetar. Merasa tidak mampu untuk bertahan lebih lama lagi Gunadi segera memberi peringatan kepada Diana. “Kalau ngemutinnya gitu nanti ketumpahan di muka lho” … Tanpa diduga ternyata Diana tidak keberatan, “Nggak apa-apa, aku juga suka kok” … “Boleh?” … “Boleh.”
Maka pada waktu Gunadi merasa ‘batang kemaluannya’ sedang dikulum, dengan emutan yang keras dan panjang, tiba-tiba dikendurkannya otot-otot kendali pertahanan ‘senjata’-nya itu. Semburan pertama memenuhi rongga mulut Diana, hingga hampir membuatnya terselak. Dengan sengaja Diana menelan semburan ‘air mani’ Gunadi, dan membiarkan sebagian keluar dari celah bibirnya. Lalu ketika Gunadi bergegas menarik ‘barang kepunyaan’-nya dari mulut Diana, ia tidak menghindar dengan mengalihkan wajahnya. Dibiarkannya Gunadi menumpahi pipinya dengan cairan yang putih mengental.
Terdengar suara serak Gunadi yang mengerang bersamaan dengan suara rintih erangan Diana. Melihat kenikmatan yang sedang dialami Gunadi pada waktu itu menimbulkan pada diri Diana lonjakan-lonjakan kenikmatan dalam ‘liang kemaluan’nya sendiri. Helaan nafas panjang terdengar sayup-sayup mengakhiri kenikmatan asmara yang baru saja dialami Gunadi dan Diana. Setelah reda Diana mengucap, “Wah banyak amat, aku sampai basah semua” … Sambut Gunadi nakal, “Iya ya, ini saya juga basah nih, … jilatin lagi …” Diana berkata kagum, “Ih, hebat banget sih, udah keluar masih keras begini.” Lalu tanpa ragu Diana memenuhi permintaan Gunadi, bukan hanya dengan menjilati ‘batang kemaluan’ lelaki muda itu, akan tetapi juga dengan mengemut-emutnya. Ia belum mau berhenti hingga Gunadi memintanya, karena rasa geli yang tak tertahankan. Masih sempat Diana mendaratkan kecupan sayangnya pada ‘barang kepunyaan’ Gunadi yang berangsur-angsur mulai mengendur itu. Sebelum meninggalkan dirinya pemuda pejantannya itu sempat ama lama menatapnya dengan lembut, lalu mengusap pipinya. Diana merasa sungguh-sungguh telah jatuh cinta,